BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Dewasa
ini banyak sekali muncul produk-produk yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Produk-produk tersebut biasanya membantu pekerjaan rumah tangga. Disamping
membantu produk itu mengandung bahan kimia atau zat berbahaya yang tak banyak
diperhatikan oleh konsumen. Bahan kimia yang terkandung itulah yang dapat
membahayakan manusia dan lingkungannya.
Dampak
pada produk di kehidupan sehari-hari yang mengandung bahan kimia seperti sabun
mandi, sabun cuci/ deterjen, pemutih pakaian, pasta gigi, pewangi dan pelembut
pakaian, bahan kosmetik, shampoo, obat kumur dan lain-lain hanya dipandang
positif sebagaimana fungsinya.
Namun
faktanya dampak negative juga ditimbulkannya. Limbah produk yang tidak dapat
ditanggulangi dapat mencemari air sungai, air tanah, bahkan mencemari tanah.
Bisa dihitung dengan jari konsumen yang memikirkan dampak terhadap lingkungan
sebelum memilih produk berbahan kimia.
Untuk
mengetahui produk yang aman, tentu konsumen haruslah mengetahui apa saja yang
terkandung didalam produk dan dampaknya. Hendaknya memilih produk yang aman
dipakai dan aman terhadap lingkungan. Karena apa yang bagus belum tentu baik.
Sama halnya dalam memilih produk berbahan kimia.
1.2.
Tujuan Penulisan
Paper atau karya tulis ini dibuat dengan tujuan
sebagai berikut :
·
Tujuan Umum
1.
Dapat mengetahui pengertian Deterjen
2.
Mengetahui fungsi umum dari Deterjen
3.
Mengetahui campuran isi daripada Deterjen
4.
Mengetahui secara rinci uraian zat kimia
yang terkandung dalam Deterjen
·
Tujun Khusus
1. Untuk
melengkapi tugas-tugas Kimia dari guru pembimbing.
2. Untuk
salah satu syarat memperoleh nilai Kimia.
3. Untuk
Tugas akhir Semester.
1.3.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan Deterjen?
b.
Apa saja fungsi umum dari Deterjen?
c.
Apa saja campuran isi daripada Deterjen?
d.
Bagaimana uraian zat kimia yang
terkandung?
e.
Bagaimana bentuk dan macam-macam
Deterjen?
1.4.
Metoda Kerja
·
Metoda Deskriptif : Berdasarkan sumber data
dan menganalisis data itu apa adanya.
·
Metoda Komparatif : berdasarkan
perbandingan beberapa sumber data yang diperoleh.
1.5.
Kerangka teori
1. Faktor
Pengetahuan
2. Faktor
produsen
3. Faktor
Sifat bahan
1.6.
Hipotesis
Sebagai bahan
pembersih lainnya, deterjen merupakan buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan
bahan kimia. Deterjen berhubungan dengan pembersihan benda padat. Pembersihan
benda padat adalah penyingkiran benda yang tak diinginkan dari permukaannya.
Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan berikut:
1.
Surfaktan
2.
Builder
3.
Filler
4.
Aditif
BAB II
ISI
2.1
Pengertian Deterjen
Detergen adalah campuran
berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,
detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik
serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air.
Deterjen
berhubungan dengan pembersihan benda padat. Sebagai bahan pembersih lainnya,
deterjen merupakan buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari
hasil samping penyulingan minyak bumi, ditambah dengan bahan kimia lainnya
seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. sekitar tahun
1960-an
2.2
Fungsi Deterjen
Deterjen berhubungan dengan pembersihan benda padat.
Pembersihan benda padat adalah penyingkiran benda yang tak diinginkan dari
permukaannya. Pembersihan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara
lain pemisahan mekanik sederhana (misalnya mengucek dan mencelupkan kain ke
air), pemisahan dengan pelarut (misalnya penambahan pelarut organik), dan
pemisahan dengan menambahkan air dan bahan kimia seperti surfaktan.
2.3 Campuran isi Deterjen
Secara umum, formula deterjen yang mengandung lebih
dari satu komponen terdiri dari surfaktan, builder, dan aditif. Surfaktan dalam
deterjen berguna untuk mempengaruhi sudut kontak sistem pencucian, sedangkan builder
memiliki fungsi untuk membantu efisiensi surfaktan dalam proses pembersihan
kotoran. Salah satu kemampuan buider yang penting dan banyak digunakan adalah untuk
menyingkirkan ion penyebab kesadahan dari cairan pencuci dan mencegah ion
tersebut berinteraksi dengan surfaktan. Hal ini dilakukan karena interaksi
tersebut akan menyebabkan penurunan efektivitas pencucian. Secara umum, builder
memberikan alkalinitas ke cairan pencuci sehingga berfungsi juga sebagai
alkali. Selain itu, builder juga memberikan efek anti-redeposisi. Filler (pengisi) adalah bahan
tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi
menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.Aditif adalah bahan suplemen /
tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan seterusnya, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Aditif ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
2.4 Zat
kimia yang terkandung pada Deterjen
·
SURFAKTAN
Surfaktan (surface active
agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu
hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Secara garis besar, terdapat empat
kategori surfaktan yaitu:
a.
Anionik :
1)
Alkyl
Benzene Sulfonate (ABS)
2)
Linier
Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
3)
Alpha
Olein Sulfonate (AOS)
b.
Kationik :
Garam Ammonium
c.
Non
ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
d.
Amphoterik :
Acyl Ethylenediamines
·
BUILDER
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan
efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab
kesadahan air. Contohnya :
1)
Sodium
Tri Poly Phosphate (STPP)
Builder yang banyak di gunakan adalah sebagai berikut :
1.
Zeolit (Na2Ox.Al2O3y.SiO2z.pH2O). Zeolit berfungsi sebagai builder penukar ion. Zeolit yang
banyak digunakan adalah zeolit tipe A. Ion natrium akan dilepaskan oleh kristal
zeolit dan digantikan dengan ion kalsium dari air sadah. Hal ini akan
menyebabkan penurunan kesadahan dari air pencuci.
2. Clay. Clay, seperti kaolin, montmorilonit,
dan bentonit juga dapat digunakan sebagai builder. Natrium bentonit, misalnya dapat melunakkan air akibat
kemampuannya menyerap ion kalsium. Namun, clay dipertimbangkan sebagai bahan
yang memiliki efektivitas pelunakkan air yang lebih rendah dibandingkan zeolit
tipe A. Penggunaan clay sebagai builder juga memiliki nilai tambah lain. Clay
montmorilonit, misalnya, dapat berfungsi sebagai komponen pelembut. Komponen
ini akan diserap dan difilter ke dalam pakaian selama proses pencucian dan
pembilasan.
3. Nitrilotriacetic acid. Senyawa N(CH2COOH)3 atau biasa disebut NTA ini, merupakan
salah satu builder yang kuat.
Senyawa ini merupakan tipe builder
organik. Namun, penggunaaannya memiliki efek samping pada kesehatan dan
lingkungan.
4. Garam
netral. Natrium sulfat dan natrium
klorida merupakan garam-garam netral yang dapat digunakan sebagai builder. Selain itu, senyawa-senyawa
ini juga dipertimbangkan sebagai filler yang dapat mengatur berat jenis
deterjen. Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration
(CMC) dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif dapat
tercapai.
·
FILLER
Filler
(pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
·
ADITIF
Aditif adalah bahan suplemen /
tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzim,
Boraks,
Sodium klorida, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC).
Berikut adalah bahan Aditif organik
yang dapat digunakan pada Deterjen :
1.
Na-CMC. Natrium
Carboxyl Methyl Cellulose sebagai aditif berfungsi sebagai agen
anti-redeposisi yang paling umum digunakan pada kain katun. Namun, senyawa ini
tidak berfungsi baik pada serat sintetis.
2.
Blueing Agent. Blueing agent memiliki fungsi untuk memberi kesan biru pada kain
putih sehingga kain akan terlihat semakin putih. Selain itu, blueing agent juga dapat memberi
kesan warna yang lembut.
3.
Fluorescent. Fluorescent merupakan agen pemutih yang pertama
kali dikombinasikan dengan deterjen pada tahun 1940. Agen ini akan menyerap
radiasi ultraviolet dan mengemisi sebagian energi radiasi tersebut sebagai
sinar-sinar biru yang tampak. Konsentrasi aditif harus diperhatikan dalam
penggunaannya karena jika konsentrasi aditif yang digunakan salah, fluoroecent tidak akan memberikan
efek absorbsi sinar ultraviolet.
4.
Proteolytic enzyme. Proteolytic enzyme banyak digunakan pada formula deterjen.
Tujuan penggunaannya adalah untuk mendegradasi bercak-bercak pada substrat yang
dapat didegradasi oleh enzim. Penggunaan aditif ini membutuhkan waktu lebih
lama daripada aditif lainnya karena merupakan bioteknologi. Enzim-enzim yang
dapat digunakan sebagai aditif antara lain enzim amilase, trigliserida, dan
lipase.
5.
Bleaching agent. Bleaching agent anorganik yang banyak digunakan dalam formula
deterjen adalah natrium perborat. Pada temperatur pencucian yang tinggi,
sekitar 70-80 derajat Celcius, senyawa ini akan memucatkan (efek bleaching)
bercak-bercak seperti bercak wine dan buah-buahan secara efektif. Namun, untuk
memenuhi syarat lingkungan, sebbelum dibuang, air sisa cucian harus didinginkan
hingga temperatur di bawah 50 derajat Celsius. Bleaching agent organik yang juga dapat digunakan adalah TAED
(Tetra Acetyl Ethylene Diamine). Senyawa ini efektif digunakan pada temperatur
pencucian 50-60 derajat Celcius.
6.
Foam Regulator. Foam regulator seperti amin oksida, alkanolamida, dan betain
terdapat dalam produk deterjen jika jumlah busa yang banyak diinginkan sehingga
aditif ini umumnya ditemui pada cairan pencuci tangan dan sampo.
7.
Organic sequestering. Aditif ini berfungsi untuk
memisahkan ion logam dari bath deterjen. Beberapa aditif yang berfungsi sebagai
organic sequestering adalah
EDTA dan nitrilotriacetic acid.
Aditif organik dalam deterjen juga
dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya cuci. Peningkatan daya cuci yang
dimaksud dapat meliputi beberapa hal, yaitu:
1.
Menurunkan
pengendapan kembali kotoran
2.
Meningkatkan
efek whiteness dan brightness
3.
Meningkatkan
kemudahan terlepasnya kotoran
4.
Menurunkan
atau menigkatkan pembusaan seperti yang diinginkan
5.
Menaikkan
tingkat kelarutan deterjen (Jika deterjen semakin larut, maka fungsi pencucian
juga meningkat)
6.
Menaikkan
daya dorong terhadap logam-logam
7.
Menurunkan injury (misalnya iritasi pada kulit
manusia, barang atau kain, dan mesin)
2.5 Daya Kerja Deterjen
Sebagai bahan pembersih lainnya, deterjen merupakan
buah kemajuan teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping
penyulingan minyak bumi, ditambah dengan bahan kimia lainnya seperti fosfat,
silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. sekitar tahun 1960-an, deterjen
generasi awal muncul menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) yang mampu menghasilkan busa. Namun
karena sifat ABS yang sulit diurai oleh mikroorganisme di permukaan tanah,
akhirnya digantikan dengan senyawa Linier
Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relatif lebih akrab dengan
lingkungan.
Pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah
dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai
larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam
produk deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk
krim/pasta dan busanya melimpah.
Penggunaan sabun sebagai bahan pembersih yang
dilarutkan dengan air di wilayah pegunungan atau daerah pemukiman bekas rawa
sering tidak menghasilkan busa. Hal itu disebabkan oleh sifat sabun yang tidak
akan menghasilkan busa jika dilarutkan dalam air sadah (air yang mengandung
logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan deterjen dengan air yang
bersifat sadah, akan tetap menghasilkan busa yang berlimpah.
Sabun maupun deterjen yang dilarutkan dalam air pada
proses pencucian, akan membentuk emulsi bersama kotoran yang akan terbuang saat
dibilas. Namun ada pendapat keliru bahwa semakin melimpahnya busa air sabun
akan membuat cucian menjadi lebih bersih. Busa dengan luas permukaannya yang
besar memang bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan,
pembersihan sudah dapat dilakukan tanpa perlu adanya busa.
Opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang melimpah menunjukkan daya kerja
deterjen adalah menyesatkan. Jadi, proses pencucian tidak bergantung ada
atau tidaknya busa atau sedikit dan banyaknya busa yang dihasilkan. Kemampuan
daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena
daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan air panas
akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian berwarna, sebaiknya
jangan menggunakan air hangat/panas.
Pemakaian deterjen juga kerap menimbulkan persoalan
baru, terutama bagi pengguna yang memiliki sifat sensitif. Pengguna deterjen
dapat mengalami iritasi kulit, kulit gatal-gatal, ataupun kulit menjadi terasa
lebih panas usai memakai deterjen.
2.6
Bentuk Deterjen
·
Bubuk
·
Padat
·
Cair
2.7
Berbagai macam merk Deterjen yang ada di
pasaran Indonesia
·
Daia
·
Surf
·
Rinso
·
B-29
·
Attack
·
Bu
Krim
·
Ekonomi
·
Total
·
Boom
·
Waw!
·
Wings
·
So
Klin Deterjen
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Solusi
Gunakanlah deterjen yang ramah lingkungan, yang
tidak menimbulkan banyak kerugian terhadap konsumen, dan yang aman di
aplikasikan terhadap pakaian. Karena selain nyaman digunakan juga tidak
menggangu keseimbangan lingkungan.
3.2.
Saran
Pintar-pintarlah memilih produk agar tidak
menimbulakan dampak negatif. Tularkanlah wawasan anda tentang bahaya, dan
dampak deterjen serta ajaklah orang lain untuk ikut berhati-hati dalam memilih
deterjen.
3.3.
Kesimpulan
Tidak dapat dipungkiri bahwa
keberadaan deterjen telah akrab dengan kehidupan sehari-hari. Deterjen sangat
dibutuhkan dalam hal kebersihan busana. Namun terdapat beberapa deterjen yang
diproduksi oleh oknum nakal sehingga deterjen yang diproduksi menggunakan bahan
berbahaya bagi konsumen itu sendiri dan keseimbangan lingkungan yang kian
memburuk.
Namun anda dapat memilih dan
memilah deterjen yang aman, untuk melindungi ekosistem. Pilihlah berdasarkan
segi keamanan, kenyamanan dan daya kerja deterjen seperti pembahasan
sebelumnya.
Daftar
Laman
No comments :
Post a Comment